http://thejakartaglobe.beritasatu.com/features/lights-go-thats-music-starts/ __________________________________________________________________
Sebastian Sturm – artis Reggae Jerman-Indonesia Jejak perjalanan hidup musikalis by Katrin Figge
Sering kata orang, dimana melekat hatimu, disitu rumah halamanmu dan itu kiranya benar buat Sebastian Sturm, seorang artis Reggae.
„Sebagai seniman musik, rumah dan halaman berantah dan juga dimana-mana saja“ katanya sambil tertawa. „Tetapi biasanya saja katakan, dimana isteri dan anak saya, disitu halamanku. Tetapi istilah halaman adalah sesuatu istilah yang selalu saya bingung.“
Sturm lahir tahun 1980 sebagai anak laki-laki kedua oleh ayahnya berbangsa Jerman dan ibunya berbangsa Indonesia dan ia dibesarkan di Eschweiler, sesuatu kota kecil dekat kota Aachen.
„Ibu saya berasal dari Pulau Nias, lebih tepatnya dari Lahewa, sesuatu kota pelabuhan kecil di ujung utara Pulau Nias“ katanya. „Disitupun ibu saya di tahun 1975 pertama kali bertemu dengan ayah saya, yang waktu itu bertugas di dinas gerejani. Tahun 1977 mereka berdua berpindah ke Jerman dan menikah disitu.“
Sturm sejak itu hanya tiga kali pernah berkunjung di Indonesia dan akhir kalinya waktu umurnya 13 tahun . „Akar-akarku Indonesia masih merupakan sesuatu ‘mystery’ bagi saya” ia bertambah. Tetapi ada sesuatu hal yang jelas sekali diingatnya sewaktu tripnya terakhir ke Nias – pulau itu di pantai barat Sumatera – utk pertama kali dipegangnya disitu sesuatu guitar.
“ Waktu itu, kira-kira jam 7 malam aliran listrik dimatikan dan kaum muda mulai berkumpul dimuka rumah mereka dan mulai main guitar sambil bernyanyi, hanya diterangi oleh lampu-lampu minyak – begitupun dimuka rumah kakek/nenek saya.” Sturm teringat.
“Sampai hari ini saya tidak lupakan suasana yang indah pada malam-malam tsb, yang dorongin saya untuk belajar main guitar seperti mereka. Setelah kembali dirumah terus saya belajar cord-cord pertama – ditolong oleh abang saya.”
Dua tahun sesudahnya Sturm mulai main dalam band Punk – waktu itu di dekade 1990an Seattle Sound dan Grunge’Bands seperti Nirvana, Pearl Jam, Alice in Chains dan Soundgarden merebutkan perhatian besar di music-scene. “Saya boleh dianggap sebagai anak tahun-tahun 90-an dan saya telah menjadi penganut besar oleh Band Nirvana”, kata Sturm.
“Dalam lingkunan teman-teman waktu itu, semua mendengar lagu-lagu grup-grup seperti NOFX, Bad Religion and Sublime. Pada hal, waktu itu sudah kian saya tahu, siapa Bob Marley, tetapi lagu-lagunya yang terkenal sekali, seperti ‘No woman no cry’ atau ‘Redemption song’ sama sekali tidak ada arti bagi saya.”
Biar bagaimanapun, tahun 1999 ditemuinya songs oleh the old Wailors dan asyik tertarik oleh nyanyian mereka bersuara tiga oleh Marley, Tosh dan Bunny Wailer. Lagu-lagu seperti “Simmer Down” dan “Mellow Mood”, kata Sturm, telah menjadi penemuan, yang membuka mata dan telinganya buat dunia Reggae.
“Dan pada dasarnya saya sangat menyukai amanatnya positiv: cinta-kasih lebih kuat daripada benci!” Sturm menambah. “Buat saya sebagai artist bahasa musikalis membuka dunia baru dan saya mulai mengarang dengan guitar lagu-lagu reggae-skank.”
Waktu itu juga, dicarinya di kota Aachen kawan-kawan serasa yang ingin ikut membentuk band reggae dengan dia sebagai leadsinger. Setelah ditemukan beberapa kawan-kawan, lahir bandnya pertama yang bernama “Jogit Beat”.
“Kami mencoba main 1960-an Ska, Rocksteady dan Rootsreggae” kata Sturm. “Roots Reggae sampai hari ini dalam musik Reggae masih dianggap sebagai “ujian dan ukuran rajani”. Untuk seorang yang latar belakangnya Punk and Rock, dialami perubahan besar kalau main jenis musik yang lebih slow dan sulit. Boleh dikatakan, bahwa waktu itu telah saya mulai belajar music Reaggae dan sampai hari ini saya belum tamat.” Sturm menambah.
“Pemindahan saya pada Reggae merubah hidup saya lengkap. Sikap terhadap gaya hidup berganti lengkap dan semakin lama bertambah juga perhatian para pendengar. The band was cool and the shows were a lot of fun!”
Tahun 2006 Sturm teken kontrak pertama dengan label Rubin Rockers dan menerbitkan album pertama “This change is nice” . Bersama band “Jin Jin” ia keliling tour, pun diluar perbatasan Jerman.
Sesudah album kedua “One Moment in Peace” Sturm dan Jin Jin Band bercerai dan menuju perjalanan yang berbeda dan Sturm membentuk bandnya baru yang bernama “Exile Airline”. Bersama bandnya yang baru, Sturm menerbitkan album ketiga dan keempat: “Get Up Get Going” dan “A Grand Day Out”.
“Album terakhir yang saya terbitkan dengan Exile Airline adalah proyek bersama dengan Jamaican producer Steven Stuart“ – Harry J.Studio di Kingston, Jamaica, dimana pun Bob Marley telah direkam – “and Samuel Clayton Junior, dan untuk itu saya terbang ke Jamaica dengan seluruh Band. Bagi kami semua sesuatu mimpi telah menjadi kenyataan” Sturm teringat.
Selama tahun ini band sedang mengejar beberapa gigs keliling Eropa dan menyiapkan rekaman sesuatu live session, yang telah direkam di Harry J Studio yang akan diterbitkan di tahun 2015.
Kalau Sturm dan para anggota band terjun dalam proses kreatif, katanya, setiap anggota memberikan outputnya yang sangat besar, sehingga mengarang lagu-lagu selalu menjadi proses yang intensive dan bersemarak.
“Biasanya saya bawak sesuatu ide utk lagu baru ke studio, dan sesudah itu kami melakukan eksperiment bersama dengan beberapa aransemen sampai lagunya siap dan groovy” Sturm menerangkan.“Karena kami semua mempuniai latar belakang musikalis yang berbeda dan kami ingin juga menggabungkan styles yang berbeda.”
Walaupun sebenarnya diinginnya, Sturm kurang berkenalan dengan tanah air ibunya. Tetapi untuk suatu hal dia yakin: “Musik dalam darah saya berasal dari duabelah pihak bapak dan mama. Umpamanya Kakak Fati, sepupu saya dari pihak mama telah menjadi seorang biduanita yang sukses dengan bandnya di Yogyakarta untuk sebuah longe waktu.“ Katanya.
Mengutip teks Marleys „Buffalo soldier” yang bernyanyi: “Kalau kau tahu sejarahmu, engkau tahu juga darimana kau berasal“, begitu Sturm ingin sekali mengetahui lebih banyak mengenai akar-akarnya Indonesia dan berharap dapat berkunjung di Nias di tahun depan.
„Sering saya tanya diri, bagaimana hidup saya sekarang , seandainya saya dibesarkan di Nias” katanya. “Saya harap, setelah saya kali ini berkunjung di Indonesia, saya dapat lebih tahu mengenai diri saya sendiri. Lebih baik terlambat daripada takkan pernah!”
Ia juga mimpi boleh datang di Indonesia utk tour dengan seluruh bandnya.“Kalau di masa mendatang ada kesempatan apapun utk realisasinya, saya sangat bahagia” katanya.
On YouTube, ditambahnya, diperhatikannya video-clips oleh local- reggae artis seperti Toni Q, Joni Agung dan Steven & The Coconut Treez. Dan via e-mail ia berkontak juga dengan Rhesa Stromp.
„Sangat bagus umpamanya kalau dapat bertemu muka dengan mereka dan barangkali kerja sama untuk beberapa proyek“ katanya. „Untuk album-album terakhir saya sangat senang sudah dapat kerja bersama dengan Harrison Stafford oleh band Groundation, atau dengan penyanyi seperti Kiddus dan Albert Minott and The Jolly Boys. Saya sangat ingin utk merekam satu lagu dengan Clinton Fearon, yang menurut pendapat saya, pengarang lagu Roots-Reggae yang terbaik di jaman sekarang . Akan tetapi seandainya saya didapat kemungkinan utk tour di Indonesia, sangat bermafa’at dan seru bagi saya utk bertemu live dengan Reggae Bands Indonesia”
by Katrin Figge (The Jakarta Globe – 1 November 2014 )
(Terjemahan AKS)